Guna memenuhi permintaan atau demand dari konsumen, umumnya perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur akan menerapkan berbagai macam strategi atau model produksi. Model produksi ini merupakan respon untuk merealisasikan permintaan konsumen sesuai dengan waktu dan jumlah yang diperlukan. Di antara berbagai macam model produksi tersebut, strategi make to stock dan make to order menjadi yang paling sering perusahaan terapkan.
Pada dasarnya, dua model ini memiliki banyak kesamaan saat proses produksi. Sehingga tak heran kalau banyak orang yang belum bisa membedakan keduanya. Padahal, nyatanya baik make to stock (MTS) maupun make to order (MTO) memiliki perbedaan signifikan dalam hal manajemen produksi dan perencanaan.
Dalam alur kerja MTO, perusahaan baru akan memproduksi berdasarkan pesanan dan market orientation. Di sisi lain, dalam MTS, perusahaan memproduksi jumlah barang bergantung pada prognosis permintaan. Kedua model produksi ini akan sangat berpengaruh pada cost of good sold (biaya produksi), incremental cost, total fixed cost, hingga proses penjualan dan operasi. Sehingga, Anda perlu benar-benar memilih model produksi yang tepat sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Untuk lebih jelasnya, melalui artikel berikut ini kami akan menjelaskan tentang perbedaan Make to Stock dan Make to Order.
Apa Itu Make to Stock dan Make to Order?
MTS dan MTO adalah tipe dari model produksi yang cukup populer. Selain keduanya, beberapa model produksi lain yang juga sering perusahaan terapkan adalah Assemble to Order (ATO) dan Engineer to Order (ETO). Semua model produksi ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga perusahaan perlu menyesuaikannya dengan kebutuhan dan kapasitas.
Di antara model produksi tersebut, tak jarang masih banyak yang kesulitan membedakan strategi make to stock serta make to order. Kendati sama-sama memproduksi produk berdasarkan permintaan target pasar, namun ada beberapa perbedaan yang perlu Anda perhatikan. Apa saja?
Pengertian Make To Stock
Make to stock adalah strategi produksi yang mengedepankan pembuatan (make) lalu menyimpan stok barang jadi. Contoh produk MTS termasuk umum dan mudah Anda temui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya makanan, alat tulis, dan lain sebagainya.
Strategi MTS ini cenderung menempatkan konsumen sebagai pihak yang paling memiliki pengaruh besar dalam proses pembuatan produk di awal produksi (customer centric). Dengan demikian, metode MTS melibatkan antara stok atau persediaan barang dengan permintaan konsumen di kemudian hari.
Karakteristik Make To Stock :
- Menyimpan produk jadi
- Tingkat persediaan tergantung pada waktu respon permintaan dan tingkat variabilitas permintaan pelanggan
- Apabila lead time singkat, maka tingkat persediaan lebih sedikit, dengan penanganan cepat bila ada permintaan tak terduga
- Umumnya konsumen dari perusahaan yang menerapkan strategi bisnis MTS tidak bersedia menunggu lama untuk mendapatkan produk yang mereka butuhkan
- Jadwal produksi tergantung pada perkiraan permintaan
- Tim sales harus menjual berdasarkan Available to Promise (ATP). Yakni porsi dari persediaan yang belum terikat dengan permintaan
Pada strategi MTS, perusahaan akan membuat persediaan dalam bentuk produk akhir yang siap untuk dikemas. Sehingga perusahaan akan menentukan produk, mencari kebutuhan bahan baku, memproduksinya, kemudian menyimpannya.
Strategi ini membutuhkan perhitungan yang akurat dari permintaan konsumen. Hal ini akan menjadi acuan untuk menentukan jumlah stok yang harus perusahaan produksi. Apabila permintaan produk bisa terhitung secara akurat, maka strategi MTS ini merupakan opsi yang tepat untuk kegiatan produksi perusahaan.
Begitu pula sebaliknya. Apabila Anda tidak bisa menghitung secara akurat, maka strategi ini bisa mendatangkan risiko yang lebih besar. Sebab, strategi ini cenderung memproduksi persediaan berdasarkan permintaan atau order yang akan datang, bukan saat ini.
Baca Juga :
- 9 Elemen Business Model Canvas (BMC) untuk Kesuksesan Bisnis
- Langkah-Langkah Menyusun Business Continuity Plan
- Value Proposition Canvas : Definisi, Elemen, dan Manfaatnya untuk Bisnis
Pengertian Make To Order
Sementara itu, Make To Order adalah model produksi di mana perusahaan akan memproduksi barangnya setelah pelanggan memesannya. Dalam beberapa kasus, barang produksi memiliki spesifikasi atau tampilan yang perlu perusahaan sesuaikan menurut permintaan target pasar.
Biasanya, perusahaan yang menerapkan strategi MTO ini adalah sektor industri khusus yang berfokus pada volume produk rendah tapi tinggi kustomisasi. Contohnya konstruksi, manufaktur pesawat terbang, dan sektor lain yang memiliki harga jual tinggi.
Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa strategi ini memproduksi jumlah barang tergantung permintaan pelanggan saat ini. Inilah yang biasa pelanggan sebut sebagai bisnis barang custom.
Umumnya, perusahaan yang menerapkan MTO memang memiliki stok atau persediaan produk, namun hanya dalam bentuk desain dan bahan baku standar saja. Alur kerjanya pun juga sangat bergantung dengan permintaan atau order konsumen saat ini. Sehingga perusahaan baru akan memproduksi barang saat konsumen telah memesan.
Kelebihan strategi MTO ini adalah risiko kerugian (pure risk) yang lebih kecil. Sebab proses product development benar-benar menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Biaya produksinya pun cenderung tidak terlalu besar, sebab perusahaan bisa langsung memperhitungkan profit atau revenue setelah memproduksi barang.
Keunggulan lainnya adalah MTO dapat meningkatkan nilai kepuasan pelanggan bagi bisnis (Customer Satisfaction Score). Ini karena produk yang perusahaan produksi memang sesuai dengan spesifikasi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka akan memunculkan customer loyalty yang menguntungkan perusahaan.
Perbedaan MTS dan MTO
Setelah menilik dari pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kedua strategi ini pada dasarnya sama-sama memproduksi barang berdasarkan demand atau permintaan pasar. Namun, make to stock menyimpan persediaan barang jadi setelah memperkirakan (forecast) tingkat order yang akan datang. Sementara itu, make to order baru memproduksi barang setelah adanya permintaan dari pelanggan saat ini.
Lantas, manakah strategi yang lebih efektif untuk perusahaan terapkan?
Sebagaimana yang kita tahu, semua strategi tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga perusahaan perlu menyesuaikannya dengan kebutuhan dan kondisi.
- Make to Stock lebih cocok untuk perusahaan yang menganalisis data masa lalu untuk memprediksi jumlah permintaan di masa depan. Sehingga saat jumlah permintaan membludak, maka perusahaan tidak akan mengalami kesulitan untuk memenuhi stok. Misalnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang FCMG, yang memang harus terus memenuhi kebutuhan pasar. Strategi ini juga lebih cocok untuk perusahaan berskala besar yang telah mendapatkan posisi di pasar (market positioning) dengan pangsa pasar yang luas.
- Make to Order lebih cocok untuk bisnis dengan tingkat penjualan yang tidak menentu. Sebab strategi ini memproduksi barang berdasarkan permintaan, dan cenderung fokus pada kepuasan pelanggan dan GMP. Contohnya adalah perusahaan otomotif BMW. Selain memproduksi mobil yang ready stock, pabrikan mobil mewah tersebut juga memberi kesempatan pelanggan untuk menyesuaikan kendaraannya berdasarkan spesifikasi dan kebutuhan mereka.
Demikian adalah ulasan mengenai perbedaan strategi make to stock dan make to order. Pada dasarnya, kedua strategi ini sama-sama menempatkan konsumen sebagai aspek penting dalam kegiatan produksi. Sehingga, Anda perlu memilih strategi yang tepat sesuai dengan target dan tujuan bisnis perusahaan. Dengan memilih strategi yang tepat, perusahaan pun bisa meningkatkan sales growth dan keuntungan dari hasil penjualan.
Baca Juga :
inMarketing adalah Digital Transformation Consultant dan Digital Marketing Strategy yang fokus pada Leads Conversion, Data-Driven dan Digital Analytics. Kami membantu korporasi untuk tumbuh lebih cepat dengan Marketing Technology Strategy. Konsultasi dengan kami? Contact.