Mengenal Strategi Berbisnis Legendaris The Toyota Way

Mengenal Strategi Berbisnis Legendaris The Toyota Way

Setiap perusahaan atau agensi, baik dari UMKM hingga perusahaan besar, memiliki strategi manajemen proses produksi bisnisnya masing-masing. Dan tak jarang, antara satu perusahaan dengan perusahaan lain berlomba-lomba untuk menjadi yang unggul dalam hal inovasi strategi bisnis. Salah satu prinsip manajemen produksi yang cukup legendaris adalah The Toyota Way.

Seperti namanya, The Toyota Way merupakan pedoman, prinsip, atau standar prinsip manajemen perusahaan yang Toyota Motor Corporation terapkan pada proses produksinya sejak 2001. Prinsip ini berdasarkan pada dua teori dasar Continuous Improvement (kaizen) dan Respect for People.

Dulu, prinsip ini dipandang sebagai strategi bisnis dari bidang manufacturing yang paling sukses hingga membuat Toyota jadi raksasa manufaktur otomotif dunia. Tapi, semenjak Tesla, perusahaan manufaktur mobil milik Elon Musk, mengenalkan pengelolaan proses produksi mobilnya dengan gaya Silicon Valley yang eksperimental dan serba cepat, membuat banyak pengamat jadi punya pandangan berbeda dengan prinsipnya Toyota.

Bagaimana “nasib” The Toyota Way kedepannya? Apakah masih cukup efektif untuk Anda, pegiat bisnis berskala UMKM dan perusahaan menengah, mendapat insight dari gaya Toyota ini? Mari kita cari tahu pada artikel di bawah ini.

The Toyota Way vs The Tesla Way: Perencanaan vs Eksperimental

Secara teori, The Toyota Way sangat mementingkan perencanaan bisnis matang, ketepatan eksekusi, dan perbaikan terus menerus. Toyota menginvestasikan waktu, tenaga, pikiran, perencanaan dana di awal proses proses. Maksudnya adalah Toyota memastikan bahwa mereka memiliki produk beserta sistem produksi terbaik sebelum mulai menjalankan proses produksinya. Dan sesaat setelah produksi dimulai, tidak boleh ada satu pun bagian yang salah.

Berbeda halnya dengan Tesla yang menjalankan proses produksinya seperti cara kerja perusahaan berbasis teknologi dan software di Silicon Valley. Mereka bergerak cepat yang juga memicu risiko kegagalan dan masalah produksi yang lebih besar. Walau begitu, Elon Musk tidak mengambil pusing permasalahan tersebut, justru ia menganggap sebuah permasalahan seperti sebuah feedback dan bahan perbaikan agar tidak terulang lagi di masa mendatang.

Baca Juga:

The Toyota Way vs The Tesla Way: Mensejahterakan SDM vs Otomatisasi Robot

The Toyota Way vs The Tesla Way: Mensejahterakan SDM vs Otomatisasi Robot

Tesla mengedepankan banyak aspek Artificial Intelligence (AI) hingga mesin automation dalam menjalankan pabriknya. Tujuannya untuk menghilangkan berbagai kesalahan produksi yang umumnya berasal dari faktor manusia. Hal ini juga Tesla lakukan sebagai langkah terdepan agar mereka bisa memproduksi lebih banyak produk tanpa kesalahan apa pun dengan sistem produksi yang ideal dan futuristik.

digital marketing agency

Sedangkan Toyota sangat fokus melibatkan peran manusia dalam proses produksi. Para sumber daya manusia di lini produksi sebisa mungkin menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan proses produksi yang mempengaruhi bisnis secara keseluruhan. Toyota percaya bahwa sebuah inovasi hanya bisa terotomatisasi ketika inovasi tersebut telah berhasil berfungsi secara manual.

The Toyota Way vs The Tesla Way: Evolusi vs Revolusi

Dengan berbagai proses perencanaan di awal, Toyota jadi “bergerak” lambat dan berinovasi sebagai perusahaan terlebih dulu sebelum berinovasi dengan produk-produknya. Terbukti dengan fakta bahwa Toyota baru bisa berinovasi dengan produknya setelah 40 tahun berdiri dengan meluncurkan mobil hybrid bernama Prius.

Hal ini 180 derajat berbeda dengan Tesla yang baru berdiri selama belasan tahun ini sudah mampu mengembangkan sistem pengembangan produk, produksi, manajemen pemasok, dukungan pelanggan, dan sistem manajemen umum lainnya secara sempurna. Walaupun sebenarnya gaya kepemimpinan dan sistem produksi Tesla yang belum teruji keakuratannya dan masih banyak kurangnya. Sangat berbeda dengan Toyota Production System dalam The Toyota Way yang menjadikan Toyota sebagai manifaktur automobile terbesar di dunia.

Baca Juga:

Keterlibatan Sang Pemimpin vs Karyawan di Setiap Proses Bisnis

Keterlibatan Sang Pemimpin vs Karyawan di Setiap Proses Bisnis

Pada 2018 lalu, publik dibuat terkesan dengan keseriusan Elon Musk untuk terjun langsung menyelesaikan masalah teknis dan produksi Tesla melalui cuitannya di Twitter. Dari kacamata bisnis, itu sudah cukup mencerminkan bagaimana seriusnya seorang pemimpin untuk mau menjadi bagian dari solusi yang itu juga menjadi langkah awal masa depan cerah. Secara tak langsung, apa yang Elon Musk lakukan menjadi penyemangat dan sumber inspirasi seluruh anggota timnya.

Di samping itu, dalam The Toyota Way, inovasi proses bisnis terbaik berasal dari para karyawannya di lini produksi yang melakukan perbaikan secara terus menerus (continuous improvement). Prinsip ini efektif jika Anda mencari sustaining innovation dalam produksi bisnis. Singkatnya, sustaining innovation merupakan sebuah inovasi yang fokus pada peningkatan kualitas produk atau proses lain yang ada pada saat itu.

Tapi, jika Anda fokus pada breakthough atau inovasi terbaru, maka Anda lebih butuh yang namanya disruptive innovation. Uniknya, agar Anda mendapatkan disruptive innovation, alih-alih melakukan continuous improvement, Anda harus melakukan discontinuous improvement. Dan yang perlu kami tekankan bahwa inovasi terbaru kecil kemungkinan datang dari karyawan. Mengapa demikian?

Sebab, para karyawan kebanyakan terlalu fokus dan antusias pada proses dan produk yang saat ini ia kerjakan. Mereka tidak melihat peta industri secara keseluruhan dan tidak ditantang untuk melihat jauh ke depan. Tak heran jika hingga saat ini, kita butuh seorang pemimpin yang punya cara berpikir futuristik dan ambisi tinggi hingga melampaui batas wajar yang orang biasa ketahui.

Keterlibatan Revolusi Industri 4.0 Dalam Keberhasilan Proses Produksi

Terlebih pencapaian masing-masing The Toyota Way dan Tesla telah didukung oleh revolusi industri 4.0 yang mana melibatkan teknologi digital. Mulai dari artificial intelligence, big data, dan internet of things (IoT) yang sudah menjadi bagian dari aktivitas manusia yang mana sebelumnya harus manusia itu sendiri yang melakukannya. Tak terkecuali dalam melakukan continuous improvement.

Contohnya pada Tesla, mesin pabrik di sana dapat mengidentifikasi deviasi bisnis dan potention way secara mandiri, real-time, dan presisi tinggi. Lalu mereka menganalisis data lapangan untuk menentukan langkah optimasi produksi terbaik. Setelah itu, mesin-mesin tersebut akan saling berkomunikasi secara otomatis untuk melakukan continuous improvement.

Jadi, The Toyota Way atau The Tesla Way?

Semua kembali kepada masing-masing pegiat bisnis untuk memilih prinsip proses produksi bisnis yang mana. Prinsip dari Toyota adalah kombinasi dari proses ketat dan kedisiplinan yang mana merupakan ciri dari sustainability. Dan pihak Toyota masih terus berupaya mengenalkan bahwa The Toyota Way masih pantas untuk “diteladani” walaupun sudah banyak terobosan dan cara berbisnis baru yang Tesla kenalkan.

Di sisi lain, beberapa pengamat melihat bahwa bisa jadi, kekuatan terbesar Toyota (inovasi dan pangsa pasar) yang mereka kenalkan melalui The Toyota Way bisa menjadi suatu kelemahan yang membawa Toyota kehilangan daya saing bisnis, walau tidak bisa langsung terlihat saat itu juga. Sebab, keduanya lebih banyak menghabiskan perhatian dan sumber daya yang effortnya juga tidak kecil.

Sedangkan Tesla masih punya daya dan kesempatan untuk memasarkan produknya secara maksimal yang itu pun hanya sedikit untuk ke sedikit pelanggan early adopternya. Bagi Tesla, penemuan-penemuan hal baru sangatlah massive, walaupun ada kecenderungan kurang bisa bertahan lama. Antara inovasi dan revolusi, itu adalah pilihan masing-masing bisnis.

Baca Juga:

inMarketing adalah Digital Transformation Consultant dan Digital Marketing Strategy yang fokus pada Leads Conversion, Data-Driven dan Digital Analytics. Kami membantu korporasi untuk tumbuh lebih cepat dengan Marketing Technology Strategy. Konsultasi dengan kami? Contact.